Affiliate Marketing Kian Mendominasi Strategi Influencer E-commerce di Asia Tenggara, Menurut Riset Impact dan Cube - Transformasi lanskap pemasaran digital di Asia Tenggara semakin nyata. Dalam laporan riset terbarunya bertajuk “E-commerce Influencer Marketing in Southeast Asia 2025”, impact.com bersama Cube menyoroti peran besar affiliate marketing sebagai mesin utama dalam pertumbuhan industri influencer e-commerce di kawasan ini.
Laporan tahun ketiga ini menjadi sorotan penting dalam dunia digital marketing, khususnya bagi brand dan kreator yang ingin menyusun strategi e-commerce berbasis performa. Riset ini menggali perspektif lebih dari 2.400 responden yang terdiri dari konsumen, kreator konten, dan profesional industri di enam pasar utama: Indonesia, Singapura, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina.
Affiliate Marketing Jadi Strategi Andalan Brand dan Kreator
Salah satu temuan kunci adalah semakin dominannya model pemasaran afiliasi dalam menjangkau konsumen yang kini lebih selektif dan menuntut keaslian konten. Lebih dari 83% konsumen mengaku pernah melakukan pembelian melalui tautan afiliasi yang dibagikan kreator, terutama pada produk kecantikan (62%) dan fesyen (54%). Model ini terbukti efektif, relevan, dan memiliki tingkat konversi tinggi, terutama di platform marketplace seperti TikTok Shop, Shopee, dan Lazada.
baca juga:Harga dan Spesifikasi Lenovo IdeaPad Slim 5 14AKP10 4DID bertenaga Ryzen AI 5 340
“Brand yang ingin bertahan dan tumbuh di tengah persaingan digital kini harus meninggalkan pendekatan influencer konvensional. Investasi pada kemitraan jangka panjang berbasis performa adalah kunci menuju skala dan keberlanjutan,” ungkap Adam Furness, Managing Director APAC impact.com.
Penurunan Kepercayaan terhadap Mega Influencer
Laporan ini juga mencatat penurunan tingkat kepercayaan terhadap mega influencer—dengan hanya 59% responden yang merasa terpengaruh oleh mereka, turun 7% dibanding tahun lalu. Sebaliknya, micro dan nano influencer justru menjaga kepercayaan audiens lebih baik, berkat pendekatan yang lebih otentik dan personal.
Hal ini memperlihatkan bahwa audiens masa kini lebih menghargai kejujuran dan kedekatan emosional daripada jumlah pengikut semata. Bahkan, konten shoppable yang menampilkan tautan produk langsung terbukti paling efektif dalam mendorong pembelian—mengungguli promosi dari brand maupun influencer tanpa tautan beli.
KOS: Segmen Baru di Dunia Influencer
Riset ini juga mengungkap tren baru berupa munculnya Key Opinion Sellers (KOS), yaitu kreator yang aktif sekaligus menjual langsung di platform e-commerce. Di Thailand, misalnya, 9 dari 10 kreator TikTok teratas termasuk dalam kategori KOS, menandai pergeseran besar dalam model pemasaran berbasis komunitas.
Marketplace pun terus menggiurkan bagi para kreator, dengan skema komisi tinggi—terutama di kategori kecantikan—yang bisa mencapai 13%. Sebanyak 34% konsumen bahkan menemukan produk dari marketplace, diikuti situs web brand (32%) dan kanal influencer (31%).
Lebih dari Sekadar Hiburan: Konten Edukatif Jadi Primadona
Selain mencari hiburan (77%), konsumen juga semakin aktif mengakses konten influencer untuk belajar hal baru (64%). Ini menunjukkan bahwa konten edukatif dan bernilai informatif kini menjadi aset penting bagi brand yang ingin membangun kepercayaan dan loyalitas audiens.
Laporan ini tidak hanya berbasis data survei, tetapi juga dilengkapi dengan wawancara mendalam dari influencer, agensi, dan pelaku industri. Insight ini memberi panduan praktis untuk brand yang ingin membangun strategi influencer marketing yang lebih berdampak, skalabel, dan sesuai dengan perkembangan perilaku konsumen digital di Asia Tenggara.
Anda mungkin suka:Spesifikasi Vivo Y19sGT 5G Terbaru, Baterai Tahan Lama Bertenaga Dimensity 6300
Posting Komentar