Ambisi AI di Asia Pasifik Melonjak, Tapi Hanya 11% Organisasi Benar-Benar Siap - Adopsi Artificial Intelligence (AI) semakin meluas di Asia Pasifik, namun riset terbaru IBM mengungkap fakta menarik: hanya 11% organisasi yang benar-benar siap, meski 85% mengaku sudah siap. Kesenjangan besar ini menjadi tantangan serius sekaligus peluang besar dalam percepatan transformasi Industri 4.0 menuju Industri 5.0.
Laporan bertajuk “APAC AI-Driven Industry 4.0: Building Tomorrow’s Industries” menyoroti kesiapan perusahaan manufaktur, energi, dan utilitas di Asia Pasifik dalam mengadopsi AI. Studi ini menunjukkan bahwa banyak organisasi memang telah berinvestasi pada teknologi digital—mulai dari desain hingga rantai pasok—namun eksekusinya belum menyeluruh. Untuk memaksimalkan manfaat AI, perusahaan membutuhkan visibilitas penuh, koordinasi lintas fungsi, serta fondasi digital berbasis AI yang kuat.
Ambisi Tinggi, Realita Masih Tertinggal
Mayoritas responden mengklaim sudah menjadi “Data-Driven” atau bahkan “AI-First”. Namun, penilaian objektif hanya menemukan 9% Data-Driven dan 2% AI-First. Artinya, sebagian besar perusahaan menilai kesiapan mereka terlalu tinggi dibanding kondisi sebenarnya.
Baca juga:Spesifikasi HP 14 ep1733TU, Laptop Bertenaga Core 5 120U untuk Menunjang Produktivitas
Kondisi ini berisiko membuat investasi salah arah karena tantangan mendasar belum benar-benar diatasi. Beberapa hambatan utama meliputi:
- Strategi Tidak Terintegrasi: Hanya 10% organisasi memiliki strategi Industri 4.0 yang menyeluruh. Sebagian besar masih mengandalkan rencana terpisah, uji coba terbatas, atau eksekusi yang terfragmentasi.
- Kelemahan SDM dan Adopsi: Hanya 26% yang menjalankan program formal peningkatan keterampilan, dan hanya 16% yang merasa tenaga kerjanya siap. Tanpa investasi pada SDM, adopsi AI berpotensi mandek.
- Eksekusi Terisolasi: 67% organisasi hanya menguji AI di level departemen, tanpa berbagi pengetahuan lintas tim. Hal ini memperlambat kolaborasi dan inovasi.
- Modernisasi Inti yang Lambat: Baru 40% yang menerapkan predictive maintenance dan hanya 37% yang memiliki visibilitas rantai pasok real-time.
- Integrasi AI Terbatas: 63% hanya menggunakan AI untuk proses terisolasi, sementara hanya 10% yang menjadikannya pilar strategis.
Menuju Industri 5.0: Fokus pada Manusia dan Keberlanjutan
Transformasi ke Industri 5.0 menuntut fokus lebih besar pada keberlanjutan, ketahanan, dan peran manusia sebagai pusat inovasi. Namun, kesiapan perusahaan di Asia Pasifik masih rendah:
- Hanya 23% memiliki mekanisme feedback pelanggan dalam pengambilan keputusan strategis.
- Hanya 28% yang berinvestasi pada pemantauan keberlanjutan real-time.
- 50% masih mengandalkan keamanan siber dasar, tanpa teknologi canggih berbasis AI.
IBM menilai bahwa memperkuat area ini adalah kunci agar industri di kawasan mampu menghadapi tantangan masa depan sekaligus membangun kepercayaan pasar.
Contoh Sukses di Asia Pasifik
Meski banyak tantangan, beberapa perusahaan di kawasan ini sudah menunjukkan kepemimpinan dalam penerapan AI dan Industri 4.0:
- Dongjin Semichem (Korea Selatan): Menggunakan platform Gen AI lokal ASK berbasis IBM watsonx.ai untuk mempercepat riset dan pengambilan keputusan.
- SMART Modular Technologies (Malaysia): Memanfaatkan IBM Maximo Visual Inspection untuk otomatisasi penjaminan kualitas manufaktur.
- Volkswagen FAW Engine (Cina): Berhasil memangkas waktu tunggu hingga 40% dengan integrasi AI, 5G, dan robotika otonom.
Menurut Roy Kosasih, Presiden Direktur IBM Indonesia, Asia Pasifik memiliki peluang besar untuk memimpin transformasi industri berbasis AI berkat strategi nasional yang kuat dan kolaborasi aktif antara sektor publik serta swasta.
Rekomendasi: Menjembatani Ambisi dan Realita
Agar ambisi AI benar-benar terwujud, IBM merekomendasikan beberapa langkah penting:
- Bangun strategi teknologi yang fokus pada hasil bisnis nyata dan ROI terukur.
- Perkuat platform inti digital untuk mendukung visibilitas menyeluruh dan berbagi pengetahuan lintas fungsi.
- Kelola data sebagai aset strategis, bukan sekadar sumber daya.
- Terapkan pendekatan agile untuk integrasi teknologi baru secara efisien.
Tanamkan nilai Industri 5.0 sejak dini, dengan menempatkan manusia, keberlanjutan, dan ketahanan sebagai inti transformasi.
“AI tetap menjadi salah satu alat paling kuat untuk mendorong daya saing bisnis. Organisasi yang mampu mengubah ide menjadi aksi nyata melalui AI dan Industri 5.0 akan menjadi pemimpin masa depan,” tutup Kosasih.
Dengan temuan ini, jelas bahwa Asia Pasifik masih menyimpan potensi besar dalam adopsi AI. Perusahaan yang mampu mengatasi hambatan internal dan membangun fondasi digital berkelanjutan akan menjadi pemain utama dalam era Industri 5.0.
Anda mungkin suka:Harga dan Spesifikasi Asus ExpertBook BG1409CVA S63850W Bertenaga Intel Core i3-1315U
Posting Komentar