eCWbXBoqKVlcyXUNIzJr7wbcnJRa7fysuT0ds4TB
Bookmark

Branch-Office-of-One Jadi Tantangan Keamanan Jaringan di Era Kerja Hybrid, Menurut Survei Fortinet

Branch-Office-of-One Jadi Tantangan Keamanan Jaringan di Era Kerja Hybrid, Menurut Survei Fortinet - Fortinet, pemimpin global keamanan siber yang mendorong konvergensi jaringan dan keamanan, mengungkap temuan survei SASE Asia-Pasifik baru yang ditugaskan kepada IDC oleh Fortinet. 

Laporan ini didasarkan pada survei terbaru yang dilakukan IDC di sembilan negara Asia/Pasifik yang menjajaki perspektif para pemimpin keamanan siber tentang kerja hybrid, khususnya bagaimana hal tersebut berdampak terhadap perusahaan mereka selama setahun terakhir serta strategi mereka untuk memitigasi tantangan keamanan yang timbul dari pelaksanaan kerja hybrid. 

Branch-Office-of-One Jadi Tantangan Keamanan Jaringan di Era Kerja Hybrid, Menurut Survei Fortinet


“Saat Indonesia terus merangkul masa depan digital dan menjadi pemimpin dalam ekonomi digital, kita harus semakin menyadari bertambahnya frekuensi dan kecanggihan serangan siber dan pelanggaran data. Kurangnya tenaga ahli dalam industri keamanan siber semakin mempersulit situasi ini. Di Fortinet, kami berkomitmen menjembatani kesenjangan keahlian serta memberikan pengetahuan dan kesadaran yang diperlukan tentang keamanan siber kepada seluruh karyawan perusahaan." 

"Solusi SASE Vendor Tunggal kami bertujuan menyederhanakan pengelolaan kebijakan keamanan dan meningkatkan pengalaman pengguna bagi karyawan jarak jauh, guna membantu perusahaan Indonesia mengatasi tantangan keamanan akibat perubahan tenaga kerja," kata Edwin Lim, Country Director, Fortinet Indonesia.

Temuan penting dari survei tersebut antara lain: 

Munculnya 'Branch-Office-of-One'

Menurut survei, 96% responden di Indonesia menggunakan model kerja hybrid atau jarak jauh, sementara lebih dari setengahnya (54%) memiliki sekurang-kurangnya 50% karyawan yang bekerja secara hybrid. 

Perpindahan ke model kerja jarak jauh ini mengakibatkan para karyawan menjadi sejumlah 'branch office of one’ atau ‘kantor cabang berpegawai satu orang’, yang bekerja dari rumah atau lokasi lain di luar kantor tradisional. Sebagai akibatnya, 86% responden di Indonesia mengantisipasi lonjakan jumlah perangkat terkelola hingga lebih dari 100% dalam dua tahun mendatang (beberapa responden bahkan memperkirakan peningkatan sebesar 400%). 

Selain itu, 80% responden di Indonesia memperkirakan jumlah perangkat tidak terkelola akan tumbuh lebih dari 50%, sehingga kompleksitas dan risiko pelanggaran keamanan kian bertambah dan memperberat beban tim keamanan TI yang saat ini pun telah kelebihan beban.

Perangkat Tidak Terkelola Merupakan Risiko

Semakin lazimnya sistem cloud dan kerja jarak jauh mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah pengguna, perangkat, dan data yang berlokasi di luar jaringan perusahaan. Saat ini, lebih dari 30% perangkat yang terhubung ke jaringan di Indonesia tidak terkelola, sehingga memperbesar peluang terjadinya pelanggaran keamanan. Responden survei di Indonesia memperkirakan angka ini akan terus bertambah, dengan 80% responden memperkirakan peningkatan sebesar 50% hingga 2025.

Perlunya Mengamankan Cloud 

Seiring meningkatnya kerja hybrid, karyawan memerlukan beberapa koneksi ke sistem eksternal dan aplikasi cloud agar tetap produktif. Responden survei mengindikasikan bahwa karyawan mereka di Indonesia memerlukan hampir 30 koneksi ke aplikasi cloud pihak ketiga, dan ini memperbesar peluang terjadinya pelanggaran keamanan. 

Dalam dua tahun mendatang, 100% responden di Indonesia memperkirakan angka ini akan meningkat dua kali lipat, sementara lebih dari 74% responden merasa angka ini akan meningkat tiga kali lipat, sehingga risiko pun semakin besar. Menjaga keamanan jaringan sambil tetap memastikan konektivitas karyawan ke layanan pihak ketiga dan layanan berbasis cloud merupakan tantangan besar, karena langkah pengamanan tradisional masih kurang memadai.

Meningkatnya Insiden Keamanan  

Kerja hybrid dan pertumbuhan koneksi terkelola dan tidak terkelola menyebabkan lonjakan besar dalam jumlah insiden keamanan, dengan 74% perusahaan yang disurvei di Indonesia melaporkan peningkatan pelanggaran keamanan lebih dari tiga kali lipat. Berdasarkan Survei, 82% responden di Indonesia pernah mengalami sekurang-kurangnya 2X peningkatan insiden keamanan. 

Insiden keamanan yang paling banyak terjadi antara lain phishing, denial of service (DoS), pencurian data/identitas, ransomware, dan kehilangan data. Namun, hanya 49% perusahaan di seluruh Asia yang memiliki personel keamanan khusus, menjadikan mereka lebih rentan terhadap insiden dan pelanggaran keamanan.

SASE: Dobrakan untuk Kerja Hybrid

Untuk mengatasi tantangan kerja hybrid, banyak perusahaan di Indonesia berencana berinvestasi pada solusi SASE Vendor Tunggal untuk meningkatkan postur keamanan sekaligus memberikan pengalaman pengguna yang konsisten bagi karyawan jarak jauh. 

Kebutuhan akan solusi komprehensif yang memberikan postur keamanan yang konsisten bagi pengguna, baik di dalam maupun di luar jaringan, dengan tetap menyederhanakan pengelolaan kebijakan keamanan dan meningkatkan pengalaman pengguna bagi karyawan jarak jauh telah mendorong banyak perusahaan menjajaki SASE.

Preferensi pada Vendor Tunggal 

Saat menerapkan SASE untuk mengelola layanan jaringan dan keamanan, perusahaan mencari platform yang terkonvergensi untuk merampingkan proses operasionalnya. Berdasarkan survei, 86% responden di seluruh Indonesia lebih menyukai vendor tunggal untuk kapabilitas jaringan dan keamanan, sementara 68% mengonsolidasikan vendor keamanan TI mereka. 

Lebih dari setengah (80%) responden memilih vendor tunggal untuk layanan keamanan yang diberikan melalui cloud dan SDWAN dengan menyebutkan berbagai manfaat seperti berkurangnya kesenjangan keamanan, peningkatan kinerja jaringan, kemudahan penerapan, dan kemampuan untuk mengatasi tantangan integrasi dan penskalaan.

Anda ungkin suka:Review Lenovo Thinkpad Z13 Gen 1: Laptop Bisnis Mewah dan Powerful Bertenaga Ryzen 7 PRO 6850U
Posting Komentar

Posting Komentar