ITSEC Asia: Peretasan Sekuritas Jadi Alarm Keras, Saatnya Indonesia Perkuat Keamanan Siber - Kasus peretasan sekuritas di Indonesia baru-baru ini menjadi peringatan keras akan pentingnya ketahanan siber di sektor keuangan. Data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat, sepanjang 2024 terdapat 1.814 laporan insiden siber, sementara lalu lintas anomali menembus lebih dari 330 juta kasus. Angka ini mencerminkan betapa masifnya ancaman yang bisa mengganggu sistem, mencuri data sensitif, hingga merusak reputasi lembaga keuangan.
Sebagai perusahaan keamanan siber terkemuka, ITSEC Asia menegaskan bahwa menjaga keamanan data keuangan tidak sekadar persoalan teknologi, melainkan juga menyangkut kepercayaan publik dan stabilitas pasar. Satu insiden saja dapat berdampak luas: menunda transaksi, menurunkan kepercayaan investor, bahkan menggoyang stabilitas finansial.
“Bukan Lagi Jika, Tapi Kapan”
Patrick Dannacher, Presiden Direktur ITSEC Asia, mengingatkan bahwa ancaman siber kini tak bisa dipandang remeh.
“Insiden siber saat ini bukan lagi pertanyaan jika terjadi, melainkan kapan akan terjadi. Peristiwa terbaru membuktikan bahwa ketahanan siber hanya bisa dicapai dengan kesiapan yang memadai. Institusi keuangan harus berinvestasi pada sistem deteksi dini, melatih tim untuk mengenali risiko lebih cepat, dan menyiapkan rencana respons yang bisa dijalankan dalam hitungan menit, bukan hari,” tegasnya.
Menurutnya, ketahanan siber bukan hanya soal infrastruktur teknis, tetapi juga budaya organisasi. Kesadaran kolektif menjadi kunci agar perlindungan digital dapat berjalan menyeluruh.
Baca juga:Optimis Sambut 2025, ITSEC Asia Cetak Kinerja Gemilang di 2024
Tiga Rekomendasi Kunci dari ITSEC Asia
Untuk memperkuat benteng pertahanan digital, ITSEC Asia merekomendasikan tiga langkah utama:
- Pemantauan dan deteksi dini berkelanjutan – agar aktivitas mencurigakan segera teridentifikasi sebelum berkembang menjadi serangan besar.
- Kesadaran dan pelatihan staf – sebab mayoritas serangan kerap dimulai dari kelengahan manusia, misalnya mengklik tautan berbahaya.
- Pembaruan sistem rutin dan autentikasi berlapis – guna menutup celah keamanan yang kerap dimanfaatkan peretas.
Selain itu, penggunaan teknologi canggih seperti AI-based monitoring dinilai mampu memberikan perlindungan ekstra terhadap penipuan digital dan pencurian data berskala besar.
Momentum Perubahan bagi Industri Keuangan
Kasus peretasan ini bisa menjadi titik balik bagi industri keuangan Indonesia. Dengan berinvestasi pada sistem yang lebih kuat, melatih SDM, serta mengadopsi teknologi baru, lembaga keuangan dapat membangun fondasi pertumbuhan yang lebih aman dan berkelanjutan.
“Keamanan siber adalah investasi jangka panjang. Semakin cepat kita memperkuat pertahanan, semakin besar pula kepercayaan yang bisa kita berikan kepada investor dan masyarakat,” tambah Dannacher.
Kiprah ITSEC Asia di Level Regional
Sebagai wujud komitmen, ITSEC Asia akan ambil bagian dalam dua ajang besar:
- Cybersecurity World Asia (CSWA) pada 8–9 Oktober 2025
- GovWare 2025 pada 21–23 Oktober 2025 di Singapura
Melalui forum internasional ini, ITSEC Asia berupaya berbagi wawasan, membangun kolaborasi lintas negara, dan memperkuat pertahanan digital di Asia Tenggara.
Kasus peretasan sekuritas jelas menjadi alarm keras bagi sektor keuangan di Indonesia. ITSEC Asia menegaskan, tanpa ketahanan siber yang kokoh, bukan hanya data yang terancam, melainkan juga kepercayaan pasar dan stabilitas ekonomi nasional.
Anda mungkin suka:Harga Samsung Galaxy A17 4G Terbaru dengan Kamera 50MP OIS dan Bertenaga Helio G99
Posting Komentar